Freepik |
Haji adalah salahsatu dari kelima rukun islam yang pelaksanaannya tidak semudah rukun islam lainnya. Jika dalam empat rukun islam faktor yang dilibatkan dalam pelaksanaan ibadahnya hanya terkait kemampuan badaniyah dan kondisi-kondisi tertentu. Maka pada pelaksanaan haji factor yang menjadi rintangan adalah kekhususan tempat. Karena ibadah haji hanya bisa dilakukan pada tempat-tempat khusus yang meliputi rukun pelaksanaannya, sehingga sudah otomatis apabila kita ingin melaksanakannya harus menyiapkan biaya untuk perjalanan dan dilakukan bergantian secara periodik tertentu dan jumlahnya mengikuti kapasitas tempat, mengingat umat islam diseluruh dunia yang sangat banyak.
Apabila kita melihat fenomena haji di Indonesia, maka beberapa hal yang mungkin terpikirkan adalah mengenai kuota haji, iuran, maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaannya. Yang menjadi sebuah keunikan tersendiri adalah karena letak geografis yang sangat jauh dari arab Saudi, dan keterbatasan kuota Indonesia yang menjadikan daftar tunggu jamaah haji yang secara asal adalah 15-20 tahun. Tentunya besaran ini dapat berubah dengan beberapa pertimbangan salahsatunya adalah umur jamaah.
Selain terkait dengan daftar tunggu, ada satu keunikan lain yang mungkin tidak kita jumpai dinegara manapun, atau dapat kita istilahkan dengan ‘hanya ada di indonesia’, apakah keunikan tersebut? Ya, yakni tentang gelar H (haji) atau Hj (hajjah) setelah jamaah pulang dari ibadah haji di arab saudi. Setelah kita pelajari, bahwa sebenarnya gelar ini bukanlah gelar resmi yang diberikan pihak kerajaan arab saudi karena jamaah telah menyelesaikan ibadah haji, tetapi gelar ini adalah penamaan yang berasal dari Indonesia. Meskipun tidak wajib, namun peletakan gelar haji hampir semua orang menggunakannya didepan nama mereka. Lantas darimana asal usul gelar haji mulai dipopulerkan? Mari kita lihat beberapa uraian berikut.
Apabila kita lihat dari tinjauan sejarah, awal mula kemunculan gelar haji dimulai Ketika zaman kolonialisme belanda di Indonesia. Haji adalah cap yang diberikan pemerintahan belanda kepada masyarakat Indonesia (pada waktu itu hindia belanda) yang telah menyelesaikan ibadah haji di arab saudi. Tujuan dari penamaan tersebut adalah cara belanda untuk mengidentifikasi masyarakat yang berhaji. Identifikasi ini penting karena pada zaman dahulu selepas jamaah Indonesia berangkat untuk melaksanakan haji setelahnya tidak serta merta meninggalkan tanah suci dan pulang ke Indonesia melainkan bermukim disana dan belajar beberapa disiplin ilmu dari para syekh ataupun ‘alim disana.
Ketika pulang ke tanah air, pemikiran jamaah yang sudah ‘merdeka’ tersebut lantas digelari dengan gelar haji supaya pemerintahan tau mana orang-orang yang patut dicurigai maupun tidak. Maklum karena selain pengajaran tentang agama islam dan dakwah, jamaah haji juga membawa pemikiran-pemikiran tentang pembebasan dan kemerdekaan dari penjajah, dan hal ini jelas tidak disukai oleh belanda pada waktu itu. Namun uniknya, pada mula pemerintahan kolonialisme belanda Ketika ditangan VOC, belanda tidak melihat sudut pandang ini sebagai sebuah ancaman terhadap mereka karena yang dilihat adalah dari sudut pandang perdagangan dan ekonomi, sehingga tak heran apabila pemerintahan belanda menyediakan kapal-kapal untuk pemberangkatan jamaah haji.
Perspektif haji yang erat dengan kepentingan politik belanda baru terasa pada saat VOC bangkrut dan digantikan oleh kerajaan belanda. Pada masa ini, banyak upaya mempersulit bagi masyarakat Indonesia yang ingin berhaji, mulai dari pembatasan kuota haji, kenaikan biaya, hingga urusan administrasi yang dimaksudkan untuk mencegah secara tidak langsung masyarakat yang ingin berhaji dikarenakan khawatir membawa pemikiran lain.
Hingga akhirnya, gelar haji disematkan dengan siasat ujian haji, yakni ujian yang diadakan pada saat jamaah telah selesai dan pualng ke Indonesia. Apabila lulus maka jamaah akan menyandang gelar haji yang diberikan seperti gelar akademik dan diberi pakaian khusus yang disebut ‘pakaian haji’ untuk mempermudah identifikasi sehingga pemerintah belanda tidak perlu mengawasi satu-persatu karena semua akan terlihat dari pakaiannya. Pada akhirnya apabila ada konflik yang berbau pembebasan dan kemerdekaan, belanda hanya tinggal menangkap para haji ini.
Dengan demikian, gelar haji ataupun hajjah adalah sebutan asli jamaah haji Indonesia dan bukan gelar resmi yang dikeluarkan pemerintahan arab saudi. Namun, meskipun sudah merdeka dan tidak perlu adanya identifikasi untuk kecurigaan tertentu, tentunya besar harapan untuk para haji tetap membawa pemikiran yang ‘merdeka’ yakni merdeka dalam masalah sosial, keagamaan, ataupun yang lainnya.
Sumber :
0 Komentar