5 Dasar Ketetapan Dalam Islam

Islamic new year photo created by freepik - www.freepik.com

 
5 Dasar Ketetapan Dalam Islam
 
 
Penetapan Hukum Dalam Islam

Dalam setiap sesuatu, pasti ada dasar pengelompokan hukum atau aturan didalamnya. Karena perannya untuk mengelompokan dan memilah dalam hal kebaikan dan keburukan, penetapan suatu ketetapan hukum akan selalu menjadi patokan dalam tiap-tiap badan hukum, organisasi, maupun agama itu sendiri.

Menurut kitab usul fiqh karangan Syaikh Utsaimin, disebutkan Islam membagi ketetapan hukum dalam islam menjadi 2 pembagian besar, yaitu taklifi dan wadh’i.

Pada ketetapan taklifi, beliau membagi pengelompokan hukum ini dengan 5 ketetapan, pada masing-masing ketetapannya, terdapat indikator dari tiapnya yang diatur dalam Alquran dan Assunnah. Nah, oleh karena itu kita akan membahas satu-persatu disertai contoh dalil yang memuat ketentuan tersebut.

Pembagian Hukum Taklifi

1. Wajib
Wajib adalah ketetapan yang pertama akan kita bahas. Secara bahasa, wajib berarti terjatuh dan harus. Maksudnya adalah tiap manusia yang berada dimuka bumi ini dan beragama islam, maka harus melakukan apa yang diperintahkan Allah. Secara istilah sendiri wajib dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang diperintahkan Allah yang harus dikerjakan hambaNya. Contoh perintah wajib adalah salat. Sebagaimana dalil dibawah ini :

 
اِÙ†َّ الصَّÙ„ٰوةَ Ùƒَانَتْ عَÙ„َÙ‰ الْÙ…ُؤْÙ…ِÙ†ِÙŠْÙ†َ Ùƒِتٰبًا Ù…َّÙˆْÙ‚ُÙˆْتًا

Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Dalam hukum wajib, orang yang melakukannya akan mendapa pahala, dan barangsiapa yang meninggalkannya akan mendapat dosa.

2. Sunnah
Selanjutnya adalah sunnah, atau dalam bahasa arab kita kenal dengan istilah mandub, nafl, muatahab. Secara bahasa sunnah berarti yang dianjurkan atau diseru. Artinya adalah segala hal yang diperintahkan Allah namun tidak ada keharusan untuk dikerjakan namun dianjurkan dikerjakan. seperti pada contoh salat rawatib. Bagi siapa saja yang melakukan sunnah maka akan mendapat pahala, namun tiada dosa saat meninggalkannya. Contoh kausnya ada pada contoh hadis :
 
“barangsiapa yang shalat sunnah 12 rakaat dalam sehari semalam, Allah akan bangunkan untuknya rumah di surga” (HR. Muslim no. 728).
 
3. Haram
Ketetapan yang ketiga adalah haram, haram sendiri adalah larangan atau ketidak-bolehan melakukan sesuatu. Menurut istilah haram memiliki pengertian yakni apa yang dilarang dikerjakan oleh Allah dan harus ditinggalkan. Sebagai contoh permisalan adalah durhaka kepada orang tua. Pelaku haram sendiri akan berdosa dan apabila kita menininggalkannya akan mendapat pahala. Seperti contoh hadis :

“dosa-dosa besar yang paling besar adalah: syirik kepada Allah, membunuh, durhaka kepada orang tua, dan perkataan dusta atau sumpah palsu” (HR. Bukhari-Muslim dari sahabat Anas bin Malik).

Dalam hadits Nafi’ bin Al Harits Ats Tsaqafi, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai dosa-dosa besar yang paling besar? Beliau bertanya ini 3x. Para sahabat mengatakan: tentu wahai Rasulullah. Nabi bersabda: syirik kepada Allah dan durhaka kepada orang tua” (HR. Bukhari – Muslim).
 
4. Makruh
Makruh secara bahasa berarti dibenci. Maksudnya adalah perilaku yang dilarang dikerjakan namun tidak bersifat keharusan mutlak. Namun karena kedekatan makruh dengan haram, banyak ulama yang menganjurkan dengan sangat untuk meninggalkan perkara makruh karena barangsiapa yang meninggalkannya maka ia akan mendapat pahala. Contohnya adalah berkumur berlebihan saat berwudhu dibulan puasa.
 
5. Mubah
Ketetapan dalam islam yang  terakhir adalah mubah. Mubah sendiri dapat diartikan sebagai perkara yang diizinkan. Karena dalam mubah tdak ada pahal maupun dosa saat kita meninggalkan maupun mengerjakannya, hukum ini lebih ke personalitas dari perspektif kehidupan kita didunia.
 
Contoh mubah sangat banyak, kita minum sirup semisal, itu mubah karena ketetapan mengikuti personal dari si peminum tersebut dan tidak ada landasan syariat didalamnya.
 
Dalam kehidupan, kita tidak lepas dari namanya ketetapan dan hukum. Sebagai makhluk yang mempunyai akal, sudah selayaknya kita patuh dan menerima dengan lapang dada ketetapan dari Allah subhanahu wa taala.

0 Komentar